Chantika
Chantika
Setelah aku mengantarkan
mereka ke pemakaman, aku mulai berjalan dengan badan tanpa nyawa, aku menangis
berhari-hari tanpa makan dan minum. Aku hanya ingin tidur dan tidur. Tapi ntah
kenapa hari ini aku ingin keluar setelah 100 hari orang tuaku pergi, Aku
berjalan melihat dunia yang masih saja berputar walaupun aku hanya berdiam
diri, mereka semua tetap asik mencoba bertahan hidup di dunia yang semakin lama
semakin gila.
Mereka tetap mencari uang,
sekolah, dan ada juga yang melakukan kejahatan. sesekali aku melirik mereka
dengan tatapan sedih, juga gembira ketika ada seorang anak kecil yang menggoda
ibunya “ Mama.. makan apa hari ini? Bagaimana kalau sate ayam”. Aku teringat
lagi dengan ibuku yang suka pura-pura lupa masak dengan tatapan manisnya yang
membuat aku ingin memeluknya.
Aku juga merasakan
kehangatan ayahku ketika aku melihat seorang laki-laki gagah yang menyerupainya,
aku terus-terus terbayang dengan kehadiran mereka tapi aku tau menangis itu
adalah perbuatan yang sangat dibenci oleh ayahku tapi apa boleh buat aku tetap
merasakan kehilangan yang sangat dalam. Tapi
sebenarnya kesedihan itu bukan aku saja yang merasakan tapi masih banyak orang
yang merasakan kesedihan lebih dari aku. Kata mamaku sesekali saat aku
merasakan kesedihan karena orang menghinaku karena mencari-cari keadilan.
Akhirnya aku pun terhenti di sebuah kampus
yang sangat tinggi dan megah, dengan taman berbunga yang membuat hatiku
berdebar. “hei.. siapa kamu? Anak baru ?” ujar laki-laki itu dengan manis. Aku
hanya menatapnya sekali dan mulai berlari. “ hei…” teriaknya.
Bruk! Aku
terjatuh tepat di depan segerombolan orang dan melihat dengan hari-hati, ketika
semakin jelas “ Loh!! Mereka?” ujarku kaget. “Hei!! Chantika ayo!!” teriak
salah satu orang dari mereka, namun aku tetap terdiam.
Hari demi hari tetap aku
lalui dengan suasana hati yang gelap dengan teman-teman yang mulai menjahuiku,
tapi sepertinya aku yang menjauh dari mereka, aku menjauh mungkin karena aku
merasa terkucilkan dan hanya ingin mengunci diri dirumah.
Tepat pukul 12:00 aku pun
membuka pintu dan melihat teman-temanku sambil mereka berkata “When we can get
together I feel paradise”.
“aku akan selalu untukmu
Chantika, tetap bersama kita” ujar Lili,
“Don’t Break It, aku sahabat
mu” kata Layla
“ Senang melihatmu terseyum,
ayo tersenyum bersama” Sunny
“sudah cukup sedih, bangun
dan lihat matahari bersama” Kei
“morning coffee, aku tidak
akan minta bayarin lagi deh, ayo kesana.” Mei
Kata-kata mereka yang
membuat jantungku berdetak hari ini membuat aku percaya bahwa hidup terus
berputar tanpa kita sadari dan harus kita manfaatkan dengan baik karena hidup
itu hanya sekali. Sambil melihat mata kecil mereka aku pun berkata iya.
Aku pun kembali bangkit
menjadi mahasiswa lagi yang aktif aku juga meneruskan setiap aspirasiku
mengenai keadilan dikampus dengan mengikuti organisasi jurnalistik. Aku bisa
mengkritik mereka yang melanggar aturan dengan tatanan yang lebih sopan dan
sampai ke mereka tanpa aku melukai banyak pihak terutama diriku sendiri, karena
pesan ibuku aku hanya perlu berjuang dengan hukum dan tulisan yang mempunyai
maksud jelas dalam hidup.
Ayahku juga berkata orang
yang bila jika waktu menyembuhkan segalanya adalah orang yang belum pernah
terluka jadi kita harus menyerang dengan kekuatan kita tanpa membiarkan waktu
berjalan tanpa melakukan sesuatu.
Ketika
aku dengan teman-temanku sedang asik main terdengar lagi “Hei.. Chantika!”
melihatnya aku pun teringat dengan sosok laki-laki yang memanggilku di kampus
ini. “William ? teman kecilku ? jadi kamu” ujar ku bingung. “hehe iya, jangan
sedih selama ini, ada aku”
Aku
dan teman-temanku itu pun semakin sukses menyerang diri kita yang malas dengan
kegelapan dan merasuki diri kita. Jadi aku merasa kebersamaan pasti ada
walaupun kita merasa sendiri, itu tergantung diri kita apakah kita mau menerima
mereka atau tidak.
Comments
Post a Comment