Ding DoNG
Ding Dong
Setiap jalanku, aku merasakan
kedinginan dalam sebuah kesetiaan dalam menjalankan hidup ini dengan benar.
Namaku Natasya Mola, semua orang memanggilku Tasya. Aku hidup dengan kedua
orang tuaku dan adik kecilku yang sekarang berusia 7 tahun. Kami hidup sangat
bahagia, namun akhir-akhir ini semua berubah 180 derajat dari biasanya.
Biasanya aku makan bersama-sama sekarang aku harus makan sendiri an di
keheningan air hujan yang sangat deras menerjang kegelapan dunia ini.
Waktu
itu tepat pukul 7 malam, aku melihat sosok laki-laki yang menggunakan topi
merah sedang berada di tengah rintikan air hujan yang menghiasi malam itu,
laki-laki yang sedang menatap ke langit dan sesekali mata sipit itu
mencari-cari dimana bintang yang selama ini menerani malam hari. Dan beberapa
lama kemudian datanglah sosok wanita yang sangat terlihat jelas suara langkah
kakinya yang berat sambil tersenyum manis melihat ke arah laki-laki bertopi
merah. Saat itu terjelas sekali tatapan dari dua orang yang sangat aku kenali
itu saling menatap dengan bahagia, aku pun membuka jendela kamar kecilku sambil
memanggil mereka.
“ ayah.... ibu.....”. jelas teriakku tanpa menyadarkan
mereka, semakin aku melihat ke arah mereka. Semakin terlihat air yang menetes
dari atas mata yang bersinar-sinar menuju pipi kecil ibuku. Aku yang menyadari
itu, aku pun langsung berlari ke luar namun..
Tepat
sekarang aku berumur 18 tahun, sudah enam tahun semenjak kejadian itu menerpa
kehidupan keluargaku. Aku harus hidup seorang diri, dan aku harus berpisah
dengan adek kecilku yang sekarang dia berada di rumah pamanku yang ada di luar
kota jauh dengan aku, setiap aku mencoba menelponnya dia selalu berkata.
“ apakah kakak baik-baik saja? Apa yang kakak makan
sekarang ? kakak jangan lupa makan? Jaga kesehatan kakak. Jangan lupa selalu
tersenyum. Aku mencintaimu kak. Aku baik-baik saja. Semangat kakak”
Ketika
aku mendengarkan perkataannya membuat hati ini perih mendengarnya, namun itu
tidak membuatku terlalu terbuai dengan kesedihan yang sebenarnya adikku
rasakan. Aku sekarang tinggal di rumah orang tuaku, aku selalu mencoba menunggu
agar mereka kembali ke rumah ini. Aku selalu percaya jika kedua orang tuaku,
akan datang dan kami ber empat akan tinggal bersama dan merasakan hal itu
kembali. Setiap hari aku bersekolah sambil bekerja di sebuah rumah makan milik
seorang nenek yang dulu aku tolong, dia memberikan pekerjaan yang sangat cocok
denganku yaitu memasak. Aku sangat pintar memasak, dari uang yang aku dapatkan.
Aku bisa bersekolah dengan lancar, mengirimkan beberapa uang jajan kepada
adikku, dan membiayai beberapa anak kecil yang ke susahan dan aku bisa
mencukupi kebutuhanku.
Waktu
itu aku bertemu dengan nenek saat malam yang sangat indah. Hampir setiap malam
aku berada di luar teras sambil menunggu ke dua orangtua yang aku sayangi.
Terdengar suara aneh dari balik jalan yang tepat di sebrang rumahku, memang
waktu itu sedang heboh dengan gosip yang bilang kalau ada beberapa hantu yang
sangat mengganggu daerah rumahku. Nenek itu berjalan tanpa arah.
“ tolong..tolong..” teriak seseorang yang terpintas di
mataku. Aku pun yang mendengar suara itu langsung mencarinya.
“ siapa ?? ada apa ??? tolong jawab aku.”
“ tolong nenek nak, ada hantu..” ujar nenek itu dengan
sangat keras. Aku pun segera berlari dan menuju nenek itu yang ternyata ada di
bawah pohon apel dekat denganku.
“ nenek?? Ayo nek berdiri.” Kataku sambil mengulurkan ke
dua tangan kecilku.
“ baiklah, nak.. awass!!!” teriak nenek itu.
“ AAAA..” teriakku dan aku pun melirik ke arah belakang
ternyata hanya ada ranting pohon yang rapuh karena terkena percikan angin
malam.
“ ah nenek ini hanya ranting pohon,” ujarku pelan.
“ ayo nek, masuk ke dalam rumahku.” Lanjutku sambil
menggandeng tangan kasarnya.
“ apa ini rumahmu nak? Kenapa sepi sekali” tanyanya.
“ iya nenek, aku tinggal sendiri?”
“ kemana kedua orang tua mu?” tanyanya lagi. Aku pun
hanya terdiam sambil melirik sebuah foto kecil yang lengkap dengan semua orang
yang aku sayangi. Akhirnya aku mendekat kan diri dan mulai memberitaunya
tentang keluargaku. Aku pun menarik beberapa obat-obatan yang masih tersisa.
Kami pun bermalam bersama sambil menempatkan diri di depan tv yang sudah lama
tidak menyala, entah itu rusak atau masih bisa dipakai aku tidak tau. Sama
seperti malam ini, tv itu tak memancarkan suaranya sama sekali.
Keesokan
harinya suara ayam tetangga yang meminta tolong mulai terdengar di telingaku.
Aku pun terbangun dan lekas berlari keluar , setelah aku tatap tajam-tajam raut
wajah paman Roy yang penuh dengan amarah dan rasa sedihnya ia mulai mengambil kapak
yang setiap hari ia gunakan untuk memotong kayu-kayu besar, lalu dia
mengucapkan.
“ saya tidak terima dengan ini.!!! Ayam saya mati semua
!! siapa yang membunuh ayam saya. !!”
“tenang pak.. tenang... penjahatnya pasti ketemu..” ujar
seluruh warga yang memenuhi pekarangan milik paman Roy. Aku pun melihat
sekeliling pekarangan dengan hati-hati dan aku pun menemukan sesuatu yang
menjanggal. Setelah aku memberanikan diri dan mulai mencari keberadaan seluruh
teman temanku yang saat itu sedang asik dengan dunianya sendiri. Namanya
Cassandra, dia adalah yang sangat menyukai dunia akting jadi setiap hari dia
berakting dengan kami. Mega, temanku yang paling lucu, dia selalu membuat
seluruh anggota Ding Dong tersenyum. Dan yang satunya adalah Milu, dia teman
kecilku yang selalu menemaniku disaat aku merasakan sedih. Kami adalah
sekumpulan gadis-gadis desa yang sangat mencintai kebenaran.
“ hai, ada tugas baru nih..” ujarku dengan keras.
“ ada apa ?” tanya mereka.
“ paman Roy, ayamnya mati semua.”
“ bagamana bisa? Sepertinya akhir-akhir ini banyak sekali
ayam yang mati.”
“ ini tidak beres, coba kamu telusuri dulu Meg.” Ujar si
pemberani Cassandra.
“ baiklah!” jawabnya. Kami pun mulai pencarian dengan
meneliti bagian-bagian di desa, kami pergi ke kantor camat untuk mengecek
tempat-tempat yang sangat menyeramkan. Seharian kami di kantor, banyak sekali
tempat yang sangat menyeramkan ternyata.
Pukul 8
malam, kami berkumpul di ruang rahasia milikku yang tempatnya tidak jauh dari
rumah paman Roy. Kami pun mulai merencanakan misi-misi tersembunyi.
TOK..TOK..TOK.. suara pintu yang seperti ada tamu yang
mengetuk pintu rumah mulai terdengar semakin keras, namun karena kita masih
asik dengan pemikiran tentang rumah paman Roy, kami menghiraukan suara itu.
Semalaman kami berpikir dengan keras namun tak mendapatkan jawaban.
AAAAA,... Tolong.. teriak seseorang yang suaranya tidak
asing di telingan kami. Kami pun berlari dengan sangat keras, hingga Milu
terjatuh tepat di pinggiran got hitam yang sekarang berubah menjadi merah, ada
pita kuning yang asing bagi seluruh warga, sesekali terdengar suara sirine
polisi di telingaku.
“ maaf nak, jangan mendekati garis ini ya.” Perintah
laki-laki yang sangat tampan dan wibawa itu.
“ ba..baiklah pak. Tapi ada apa ?” tanyaku padanya.
“ apa yang terjadi? Sepertinya pak Roy meninggal? Apa dia
berkelahi dengan malingnya ? bagaimana ini bisa terjadi.” Seru seluruh ibu-ibu
yang menghatui pagi ini.
Malam pun
berlari dengan cepat, kami pun segera merencanakan sesuatu dan bergabung dengan
para polisi desa yang sudah siap mencari penjahatnya. Berbeda dengan temanku
Cassandra, dia masih asik dengan riasannya. Sebelum kami berkeliling kami
menyisipkan waktu untuk berkunjung ke rumah yang sangat kosong dekat rumah ibu
Rosidah. Rumah itu sangat sepi sekitar 4 tahun tidak berpenghuni, kami mulai
melihat-lihat keadaan sekitar. Terdengar suara kaki milik Cassandra yang tepat
berhenti di ujung kaki milik Mega.
“ hei.. kalian ngapain disini?”
“ ayo pergi ke kantor polisi!”
“ ayo pergi ke kantor polisi!”
“ aku ingin memastikan sesuatu San,” ujar Mega.
“ kalau kalian mau mencari sesuatu jangan disini. Disini tidak
ada apa-apa percuma saja.” Serunya.
Kami pun
mempertimbangkan perkataan Cassandra dan mulai berjalan ke kantor polisi. bersama-sama
kami menyusuri malam ini dengan tenang, tak kunjung dapat petunjuk, membuat
Milo lelah dan ia memilih untuk bersandar di pohon apel dekat rumahku. Bruk,
sesuatu jatuh tepat di kakinya. Ia pun mulai berpikir tentang sesuatu dan mulai
berlari meninggalkan kami.
“ AAAAA.. tolong, nak Natasya.” Teriak seseorang yang tak
asing di telingaku.
“ nenek ?” teriakku dan mulai berlari ke arahnya. Setelah
aku melihat sesuatu yang aku tunggu dan..
“ ayah?” kataku dengan hati-hati. Orang yang bertopi
merah itu mulai berpaling ke wajahku.
Sosok hitam
itu mulai melepaskan topinya dan berjalan mendekatiku dengan pisau yang sangat
tajam di tangannya. Semakin dekat jarak kami, semakin mudah pisau itu terjatuh.
“ Natasya?? Ini ayah.” Teriaknya. Mendengar ucapan yang
selalu aku rindukan mulai menghiasi pipiku dengan air mata yang selalu ada
dimalam hari.
“ iya ayah, ada apa ini ayah?” tanyaku dengan tenang.
DORR!! Pistol milik pak polisi mulai terdengar di udara. Benar
itu terjadi, dan tandanya ayahku yang selalu aku tunggu ternyata orang yang di
cari oleh semua orang, banyak yang membencinya, banyak yang ingin membunuhnya. Namun
berbeda denganku, aku tetap menyanyangi ayahku.
“ nak.. ini tidak benar ayah.. hanya membawa pisau ini. Bukan
ayah pelakunya.” Teriaknya berkali-kali sambil dipaksa masuk ke dalam mobil
yang paling menakutkan. Mobil polisi. ramai sekali malam ini, seluruh orang
yang asik tidur dan akhirnya terbangun dan mengetahui semua ini. Seolah tak mau
larut dalam malam ini aku pun segera pergi ke kantor polis, di sana ayah
menjelaskan semuanya. Namun tak ada yang percaya.
“ mana ada penjahat ngaku, kalau ngaku penjara penuh
neng.” Bisik seseorang yang berjas putih itu.
“ ayah saya tidak bersalah. Tolong bebaskan dia!!”
teriakku berkali-kali dan seluruh orang tak mau mendengarkan aku. Seluruh teman
Ding Dong pun tidak ada yang mau melihat aku. Seseorang berambut pirang melaju
tepat di depanku dan mulai berhenti.
“ pulang lah, nak. Ayah mu akan baik-baik saja kalau
tidak bersalah. Cepat, disini berbahaya.”
Aku pun
memilih pulang dan ketika aku berada tepat di depan rumahku, penuh tulang ayam
yang sudah habis dimakan orang. Seluruh orang di desa membenciku, aku merasa
takut sendirian dirumah, aku tidak berani keluar rumah, apalagi menerima telpon
dari adikku yang sedang menjalani pengobatan di kota. Aku sangat takut, sudah
seminggu aku tidak makan. Dan seseorang mengetuk pintuku berkali-kali namun aku
tak membukanya, tapi berbeda dengan hari ini aku memberanikan diri dan setelah
aku buka.
“ Cassandra ?”
“ iya, ayo ikut aku.” Teriaknya sambil menggandeng tangan
kecilku ke suatu tempat.
“ kalian,” teriakku, dan ternyata seluruh sahabat Ding
Dong ku berada di tempat ini, sedang menunggu seseorang. Dan beberapa menit
kemudian sosok laki-laki yang aku temui di kantor polisi itu terlihat jelas
sambil bersorak-sorak bahagia.
“ hahahaahaha... akhirnya aku tidak tertangkap, salah
sendiri melarang-larangku membunuh ayam-ayam tentangga.!!!” Teriaknya. Dengan keberanian
kami, kami pun menangkapnya dengan sangat kesat. Sambil mengamankan barang
bukti itu.
Akhirnya
seluruh polisi percaya dengan ayah, kami pun akhirnya pulang dengan perasaan
bahagia. Rumah yang saat itu penuh dengan tulang ayam, sekarang tidak ada. Ada nya
senyuman manis dari sosok laki-laki yang saat itu sangat kecil sekarang tumbuh
dengan sangat baik. Dan perempuan yang aku nantikan ada disitu juga.
“ ibu...” ucapku dengan sangat hati-hati dan berlari ke
arahnya, aku pun memeluknya dengan erat. Ia pun mengeluarkan beberapa kata yang
sangat membuatku penasaran.
“ aku bukan ibumu, Natasya. Ibu tak ada disini, ia
membencimu.”
“ibu? Aku Natasya
bu.”
" lalu kamu siapa?" tanyaku padanya...
end- A2p
Comments
Post a Comment